Cerpen terbaru soal cinta pertama yang dialami oleh Jasmine siswa SMA kelas 2. Yang pertama kali berpetualang cinta di hati Dean. Anak rekan kerja Ayahnya.
Ku masih bisa merasakan detak
jantungmu yang berdegup kencang hingga kau tidak bisa menarik nafas lagi. Dan aku tersedak. Keluar dari mimpi setelah menemukan
pangeran hatiku. “Selalu bermimpi. Kapan aku bisa memiliki pangeran yang aku
sayangi dengan hati yang tulus? Oh tuhan bantulah hambamu untuk menemukan
jawabannya.” gumamku di dalam hati. Pagi ini
aku bergegas bangun dan mandi lalu sholat subuh. “Min… bekalnya ambil sendiri
ya.. Mama lagi sibuk!” perintah Mama lalu menuju kamar Jason. Selalu saja adiku yang selalu diutamakan kapan aku bisa
diutamakan?
Pagi ini aku pergi ke sekolah dengan
menaiki angkutan umum. Di kelas seperti biasanya masih sepi, mungkin aku yang
terlalu rajin untuk datang dan juga untuk pulang. Ingin secepatnya berbaring di
tempat tidur lagi. Tiba-tiba pintu dibuka oleh Ria. “Eh Min uda tau enggak
statusnya Caca?” tanya Ria yang membuka obrolan pagi ini. “Belum, emang ada apa
sama Caca?” tanyaku. “Kamu kemarin enggak OL?
Seru
lho.. semua teman kita di sini mengucapkan selamat buat dia. Dia itu jadian
sama Kak Febri!” jawab Ria dengan senyuman yang mengembang. “Wow! Keren… secara
Kak Febri itu kan
idamannya Caca. Enggak sia-sia dia nungguin hampir 1 tahun.” sahutku dengan
nada iri. “Iya, semoga aja Caca enggak dibuat mainan sama Kak Febri.” ungkap
Ria.
“Selamat pagi Ria dan
Jasmine! Ngomongin apa sih kalian sampai tidak merasakan kehadiranku di sini?” kata
Lulu. “Ah… sorry-sorry soalnya
Jasmine baru tahu kalau Caca jadian sama Kak Febri jadi aku certain deh… kamu
juga uda tahu kan?” jawab Ria. “Iya dong, gue kan eksis di twitter.” canda Lulu lalu disahut dengan tawaku dan Ria. Aku dan
kedua temanku lalu membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan cinta. Sehingga
aku semakin terkucilkan jika diajak untuk mengobrol yang bertema itu. Karena
aku belum pernah merasakan cinta dari seorang laki-laki sejak SD hingga
sekarang. Belum pernah sama sekali. Hingga semua anak di kelas berkumpul dan
membentuk sebuah koloni yang membahas kecintaan. Sampai Bu Linda masuk ke
kelas.
Bel berbunyi menandakan istirahat. Aku
diajak Ria, Caca, dan Lulu untuk ke kantin. Di kantin benar-benar seperti
lautan manusia. Sangat parah. Untung tidak ada yang sampai pingsan
terinjak-injak. Aku harus melewati manusia-manusia itu. “Min… hati-hati jangan
sampai badanmu terinjak oleh kaki-kaki kakak kelas 12!” nasehat Lulu. “Beres,
Lu! Aku kan slim daripada kamu.
Hehehe. Peace Lu!” jawabku lalu
menyerobot antrian anak kelas 10. Aku
membeli beberapa kue karena setelah ini tidak ada pelajaran dari Pak Jacob.
Setelah masuk masih saja anak-anak
di kelas membahas cerita cinta hingga pada akhirnya. “Min! kamu sudah berapa
kali berpacaran?” tanya Kiki. “Belum sama sekali.” jawabku dengan kikuk. “Wow!
Belum sama sekali…. WOW! Bukannya kamu dianggap primadona juga di sekolah ini?”
celoteh Brian. “Itu kan hanya pendapatmu. Iya memang aku belum pernah merasakan
cinta. Jadi aku fine-fine aja untuk menerima pilihan
hatiku nantinya.” kataku dengan sedikit malas. “Tetapi kamu harus mencobanya
walaupun hanya 1 jam terus kamu putusin. Nanti jadi perawan tua lho!” canda Caca.
Aku hanya terdiam dan mengeluarkan senyum sinisku dan mungkin jika ada adik
kelas ataupun kakak kelas yang belum mengenalku mungkin akan mendadak terkena
serangan jantung karena betapa jeleknya aku.
Tidak seperti biasanya aku
terpojokan gara-gara belum mengenal pacaran sama sekali. Seharusnya di kelas 11
ini aku sudah bisa merasakan cinta. Bukannya masa SMA adalah masa yang
menyenangkan? Menurutku itu tidak berlaku lagi buatku. Aku terlalu berkecipung dengan
belajar keras agar bisa masuk kelas IPA walaupun dengan nilai terendah. Tapi usahaku
benar-benar memuaskan menurutku. Selanjutnya setelah masuk kelas IPA aku ingin
punya pengalaman berpacaran. Sebetulnya bisa saja aku terima cintanya anak-anak
yang menyebalkan di sekolah ini tapi hatiku tidak bisa menerimanya dengan ikhlas.
“Dor!!!
Hayo ngelamunin sapa??” kata Caca yang mengagetkan. “Itu mungkin tandanya dia
sedang memikirkan sesuatu seperti cowok barunya!” lanjut Caca hingga semua
teman-teman menoleh padaku dan Caca. Seperti inilah yang sudah kutebak jika aku
melamun dan dipergoki oleh Caca sangat menyebalkan dan membuatku frustasi.
Jam berlalu begitu ceptanya hingga waktu pulang telah
tiba. Masih seperti biasa aku selalu menaiki
angkutan umum. Tanpa ada yang mau menawariku untuk menumpang di kendaraannya.
Aku tetap meratapi nasib ku sendiri.
Sesampainya di rumah aku dikejutkan
oleh ulah Jason yang mengobrak-abrik perpustakaan kecilku di kamarku. Sudah
dipojokan sekarang dibuat marah. Sudah tahu sangat susah untuk merapikan semua
buku yang aku miliki. Butuh 2 tahun untuk merapikannya walaupun sudah dibantu
oleh pembantu di rumah tetapi masih perlu banyak waktu. Apalagi
ulah Jason yang baru masuk kelas 2 SD. Benar-benar menyebalkan seharusnya dia
mengerti. “Sudahlah Min, nanti Mama
bantu untuk merapikan perpustakaan kecilmu ini! Mama janji.” ungkap Mama dengan
lirih. “Tapi Jasmine tidak ingin kalau Jason selalu ada di perpustakaan ini
yang hanya untuk bermain.” balasku sambil melototi Jason. Mamaku hanya diam
lalu membawa Jason pergi dari perpustakaan kecilku ini. Entah dimarahi atau
dipukuli atau dilakukan apa yang membuat Jason jera.
“Papa pulang!” teriak Papaku sambil
masuk dan mencium keningku dan Jason. “Mana Mama? Enggak biasanya Mama tidak menyambut kepulangan Papa.”
kata Papa heran. “Mama lagi di dapur ingin mempersiapkan makan malam. Katanya
nanti malam ada tamu special.” jawabku dengan lugas.”Oh ya Papa lupa. Ya sudah
Papa mau istirahat dulu!” ucap Papa seraya meninggalkanku dan Jason.
Makan malam pun tiba. Sebuah mobil
CRV bewarna putih terparkir di depan rumah. “Nah, itu sudah datang.” kata
Papaku dengan mata yang berbinar-binar begitu pula tatapan mata Mamaku. Si tamu
tersebut memasuki ruang makan. Tamu itu membawa istri yang cantik dan seorang
anak laki-laki yang mungkin seumuranku. Mereka memperkenalkan diri. “Nama saya Andreas
Thomas , ini istri saya Bella dan ini anak saya Dean.” kata bapak itu yang
menggunakan kemeja biru lalu ditutup dengan jas warna hitam dan menganggap
acara makan malam ini sangat formal. Isrti dan anaknya langsung mengucapkan
“Hai!” pada kami. Entah mereka kebetulan atau sengaja dibuat-buat untuk menyapa
keluargaku. Keluargaku hanya tersenyum dan mempersilahkan mereka untuk
mencicipi hidangan makan malam.
Sesekali aku lirik si Dean yang
sedang asyik menikmati hidangannya. Untungnya dia tidak mengetahui apa yang
kulakukan. Mungkin karena cuek. Aku
lanjutkan makan malamku. Hingga pada saatnya keluarga Thomas itu pulang. Mataku
masih terpaku dengan kedatangan Dean. Walaupun kami tidak bertegur sapa tetapi
aku bisa merasakan betapa inginnya dia bisa mengobrol bersamaku. Dipikir-pikir
dia sangat tampan dengan rambut hitam yang ditata dengan rapi seperti rambut Kim
Bum. Sangat mengagumkan. Apakah mungkin aku jatuh cinta? Tidak-tidak mungkin. Jatuh
cinta karena melihat dandanannya saja.
Sudah waktunya tidur setelah
mengerjakan PR. Memang aku hanya belajar jika ada PR selebihnya hanya menonton
TV, membaca novel, nge game. Karena aku malas membaca pelajaran. Di malam ini
aku masih terbayang-bayang wajah Dean yang lembut dan sangat dingin. Karena aku
belum mengenalnya lebih jauh. Dan saat itu aku bermimpi Dean. “Hai!” sapanya.
“Hai!” kataku yang tersipu malu. “Bagaimana kabarnya setelah makan malam
kemain?” tanyanya. “Baik, kamu?”.
“Sangat baik.”
“Syukurlah…. Oh ya kamu sekarang
sekolah dimana?”
“ SMA 3. Kamu pasti anak SMA
Pelita?”
“Iya… kamu tahu darimana?”
“Kamu memangnya tidak tahu? Orang
tua kita sejak dulu telah berteman. Pantas saja dia selalu mengenalkan kamu
pada kami.”
“Aku baru tahu.”
“Ya sudahlah sekarang sudah tahu kan?”
“Iya.”ungkapku dengan shy shy cat. Lihat warna matanya, coklat
muda dan memiliki makna yang luar biasa. Warna yang mengagumkan dan menatapku
dengan anggunnya yang membuatku merasa hangat di sisinya. Oh Tuhan… mungkinkah ini pilihanmu untuk ku yang pertama
kalinya? Lalu sebuah parit di tengah-tengah jalan membuatku kaget dan
langsung terbelalak.
“Aduh….” jeritku hingga membuatku ingin memejamkan mataku
lagi dan melanjutkan mimpiku untuk bertemu Dean. Tapi tidak bertemu, melainkan bertemu hantu. Segera aku
berdo’a kembali lalu tertidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar